Peristiwa beri kita bahan ajar. Bahan yang kelak harus kita renungkan, 
yang bahkan saat kita tak ingin, ia terus memaksa memori kita untuk 
memutarnya berulang-ulang, hingga kita muak, hingga kita enggan. Kita 
berhasil bertahan. Mereguk sedikit saja makna. Lantas kita berpuas diri.
 Kita merasa paling berpengalaman.
Lalu, Tuhan hantam kita dengan 
peristiwa lain. Lebih besar, lebih menyakitkan. Kita mengeluh. Merasa 
hidup paling sengsara. Sementara, kita tak buta. Bahwa kita masih satu 
level di bawah yang lain. Kita meminum air mentah, di sana menelan air 
mentah bercampur limbah. Perut kita sakit. Mereka wafat. Lantas, kita 
kembali dipaksa merenung. Hidup adalah renungan. Mengenai 
apa-apa yang kita dapatkan dan tidak kita raih. Tentang apa yang 
menendang hati kita hingga rasa sakit bersayang lebih banyak dari rasa 
senang di kalbu masing-masing. Mengenai kepuasan dan kesenangan yang 
luput kita syukuri.