Sabtu, 12 Januari 2019

A SOLEMN NEGAHOLIC LEADS US TO FEEL A CHRONIC PAIN


Kemarin, di sela-sela jam kerja, saya menyempatkan diri membaca sebuah artikel pada tabloid Intisari edisi 2016 (No. 651). Judulnya menarik, "Hindari Hidup Negatif ala Negaholic".Menurut artikel tersebut, istilah negaholic pertama kali dicetuskan oleh dr. Cherie Charter-Scott, seorang pakar perubahan perilaku yang berasal dari Nevada, AS. Negaholic sendiri berarti sikap, pikiran, cara pandang, perilaku, bahkan isi hati negatif yang sifatnya melemahkan kecenderungan positif seseorang. Cherie menegaskan bahwa penyebab utama seseorang menjadi begitu negatif adalah stres, sehingga mengalami sindrom yang membuat dirinya selalu merasa kurang puas dan selalu merasa lebih kecil dibandingkan orang lain.



Terus terang, saya khawatir terhadap diri saya sendiri yang memiliki kecenderungan negatif lebih banyak dari hal-hal positif. Yang lebih saya khawatirkan adalah ketika sesuatu negatif dalam diri saya memengaruhi hidup orang-orang di sekitar saya. Ingin sekali rasanya mengisolasi diri secara sengaja, tetapi itu pun termasuk ke dalam kategori negatif karena pada hakikatnya, manusia selalu membutuhkan manusia lain untuk bertahan hidup. Pada awalnya, saya berpikir bahwa negaholic ini berasal dari perilaku-perilaku yang mengarah pada kepesimisan. Namun, masih menurut artikel yang saya baca, terlalu berpikir kritis dan terlalu optimis pada diri sendiri sehingga kerap kali memberi kritik pada semua hal yang dilakukan orang lain pun bisa menjadi salah satu pencetus negaholic. Memang, sih, secara logika jika kita sangat kritis, tetapi tidak memiliki pengendalian diri yang mumpuni, semua itu hanya akan menggiring kita pada hal-hal destruktif, tidak terkendali. 

Selanjutnya saya mencoba tes 'Seberapa Negaholic Saya' pada Motivation Management Holdings Ltd. 2009 di halaman website milik dr. Cherie. Saya tidak tahu seberapa akurat tes ini hehe, saya hanya asal mencoba. Mengejutkan, karena menurut dr. Cherie, saya memiliki energi negatif yang cukup serius berdasarkan indikasi gangguan kecemasan yang saya miliki. Saya kerap kali menyalahkan dan menghakimi diri sendiri, minder, bahkan saking mindernya, saya merasa seperti pecundang, dan sering menjadi kambing hitam saking rendah dirinya saya. Itu baru dari segi mental saja. Dari segi behavior, negaholic cendenrung jatuh pada kesalahan yang sama secara berulang kali dan bebal, sulit dinasehati.

Menurut saya, setiap orang memiliki kadar negaholic, meski dengan porsi yang berbeda-beda. Maka, daripada kita mencari kesalahan dalam diri orang lain, lebih baik menintropeksi diri masing-masing dengan cara paling sederhana terlebih dahulu. Seminimal-minimalnya, kita tidak menularkan energi negatif pada orang lain, saya sendiri merasa begitu kesulitan memang. Hehe. Mungkin kita bisa memulai secara verbal. Meminimalisir kata-kata negatif dengan pandai dan bijak dalam memilih diksi sebelum terlontar, mengurangi keluhan mengenai hal-hal spele terutama yang kita keluhkan pada orang lain. Mengekspresikan kesedihan, kejengkelan, kemarahan, atau apa pun sebetulnya sah-sah saja, karena saya rasa tidak akan ada manusia yang sempurna 100% dan terlepas dari kemanusiawiannya. Namun, balik lagi, kita perlu berusaha untuk menekan dan mengontrol diri sehingga, apa yang kita ekspresikan masih berada dalam kaidah manusiawi yang wajar. 

Terima kasih sudah berkunjung dan membaca hingga akhir, mari berjuang untuk meminimalisir kadar negaholic agar ia tak menemukan celah sedikit pun untuk menggiring kita ke tahap yang lebih serius seperti depresi dan destruksi diri. XOXO.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar. :)